Iskandar Zulkarnaen, Sang Raja perkasa yang menyatukan timur dan barat

Dialah raja muslim yang perkasa
namun saleh. Daerah taklukannya membentang dari bumi bagian
barat sampai timur.
Ia mendapat julukan Iskandar
“Zulkarnain”. “Zul”, artinya
“memiliki”, Qarnain, artinya “Dua
Tanduk”. Maksudnya, Iskandar
yang memiliki kekuasaan antara
timur dan barat. Dia juga telah membangun dinding besar
berteknologi tinggi untuk ukuran
saat itu, diantara dua Gunung.
Para ahli sejarah meyakini, dinding tersebut terbuat dari besi yang
dicampur dengan tembaga itu
terletak tepat di pengunungan
Kaukasus. Daerah itu kini disebut Georgia, negara pecahan Uni Soviet.

Secara topografis, deretan
pegunungan Kaukasus itu
memang terlihat memanjang
dari laut Hitam sampai ke laut
Kaspia sepanjang 1.200 kilometer
tanpa celah. Kecuali pada bagian
kecil sempit yang disebut celah Darialsepanjang 100 Meter
kurang lebih.

Pada bagian celah itulah
Zulkarnain membangun tembok penghalang dari Ya’juj dan Ma’juj.
Kisah ketokohan Iskandar Zulkarnain
ini juga tertulis dalam catatan sejarah orang-orang barat. Dalam catatan
tersebut diceritakan bagaimana ia
berjaya meluaskan daerah
taklukannya dalam masa yang sangat singkat. Oleh karena kejayaannya ini,
ia diberi gelar “Alexander The Great”, Alexander Yang Agung”. Belakangan
cerita ini diadaptasi ke film layar lebar oleh Sutradara Amerika Serikat,
Oliver Stone, dengan judul Alexander
The Great. Namun cerita dari
orang-orang barat tersebut sangat bertentangan dengan yang
disebutkan dalam Al- Qur’an.

Para Mufasir menyatakan,
“Alexander The Great” adalah
orang yang berbeda dengan tokoh
yang di tulis dalam Al Qur’an,
Yakni, Iskandar Zulkarnain.
Alexander Thr Great itu dalam
sejarahnya tidak diberitakan pernah
membangun sebuah dinding besar
berteknologi tinggi untuk ukuran
saat itu, yang terbuat dari besi
dicampur tembaga. Bahkan, ia
adalah seorang musyrik. Sejarah
tidak mencatatnya sebagai seorang
Raja Muslim yang taat kepada agama Tauhid.

Sejarawan Muslim yang juga ahli
tafsir, Ibnu Katsir, dalam kitabnya
Al-Bidayah Wan Nihayah
menjelaskan, meski punya nama
yang sama dan plot cerita yang sama,
yaitu kekuasaannya membentang
dari Barat sampai ke Timur, keduanya adalah sosok yang berbeda.
Antara mereka terbentang jarak
dan waktu sampai 2000 tahun.
“Hanya mereka yang tidak mengerti
sejarah yang bisa terkecoh oleh
identitas kedua orang itu,” katanya.

Ibnu Katsir lebih jauh menjelaskan,
Zulkarnain adalah nama gelar atau
julukan seorang penglima penakluk
sekaligus Raja saleh. Karena
kesalehannya ia selalu mengajak
manusia untuk menyembah Allah.
Namun mereka ingkar, malah
memukul tanduknya – Qarnun,yaitu
rambut kepala yang di ikat–sebelah
kanan, hingga ia mati. Lalu Allah
menghidupkannya kembali, dan ia
pun kembali berdakwah. Tetapi
sekali lagi tanduknya yang kiri
dipukul, sehingga ia mati lagi.
Allah SWT menghidupkannya kembali
dan menjulukinya Zulkarnain, pemilik
duaTanduk, serta memberinya
kekuasaan. Cerita yang sama juga di
jumpai dalam kitab Jami Al-Bayan fi
Tafsir Al-Qur’an, karangan Syekh Al-
Aiji Asy-Syafi’i.

Dalam kitab tersebut disebutkan,
Zulkarnain adalah seorang hamba
yang taat kepada Allah dan mengajak
kaumnya menyembah Allah. Lalu
mereka memukul tanduknya yang
kanan hingga mati. Kemudian Allah
menghidupkannya lagi, dan dia
kembali mengajak kaumnya
mengesakan Allah. Tetapi mereka
malah memukul tanduknya yang
kiri hingga mati lagi. Lalu Allah
menghidupkannya lagi dan
menganugrahinya kekuasaan yang
taktertandingi. Oleh karena itu ia
dijuluki Zulkarnain.

Di samping kedua kitab tersebut,
Mufassir Muslim Ibnu Jarir Ath-
Thabari juga mengisahkannya
dalam kitab tafsir Ath-Thabari.
Dikatakan, Iskandar Zulkarnain
adalah seorang laki-laki yang
berasal dari Romawi, ia anak
tunggal seorang yang paling
miskin diantara penduduk kota.
Namun dalam pergaulan sehari-hari,
ia hidup dalam lingkungan kerajaan,
bergaul dengan para perwira dan
berkawan dengan wanita-wanita
yang baik dan berbudi serta
berakhlak mulia.

Imam Al-Qurtubi dalam kitab tafsir
Al- Qur’annya yang populer,
Tafsir Al- Qurtubi,menceritakan,
sejak masih kecil dan masa pertumbuhannya Iskandar berakhlak mulia. Melakukan hal-hal yang baik sehingga terangkat nama baiknya.
Ia juga menjadi mulia di kalangan kaumnya, sehingga Allah
berkenan memberinya kewibawaan.

Setelah mencapai usia akil balig,
Iskandar menjadi seorang hamba
yang saleh, sehingga Allah Berfirman,
“Wahai Zulkarnain, Sesungguhnya
aku mengutusmu kepada umat-umat
di bumi. Mereka adalah umat yang
berbeda-beda bahasanya dan mereka
adalah umat yang berada disegala
penjuru bumi.

Mereka terbagi dalam beberapa
golongan.” Mendapat amanat
tersebut, Zulkarnain lalu berkata,
“Wahai Tuhanku, Engkau telah
menugasiku melakukan seuatu
hal yang aku tidak kuasa
melakukannya kecuali engkau
sendiri, maka beritahukan
kepadaku tentang umat- umat itu,
dengan kekuatan apa aku bisa
melawan mereka? Dengan
kesabaran apa aku bisa menahan
mereka? Dan dengan bahasa apa
aku harus bicara dengan mereka?
Bagaimana pula aku bisa
memahami bahasa mereka
sedangkan aku tidak mempunyai kemampuan.”

Kemudian Allah SWT berfirman
”Aku membebanimu sesuatu
yang kamu mampu melakukannya,
aku akan melapangkan
pendengaran dan dadamu hingga
kamu bisa mendengar dan
memperhatikan segala sesuatu.
Memudahkan pemahamanmu
sehingga kamu bisa memahami
segala sesuatu, meudahkan
lidahmu, hingga kamu bisa
berbicara tentang sesuatu,
membukakan penglihatanmu,
sehingga kamu bisa melihat segala
sesuatu, melipatgandakan
kekuatanmu hingga tak
terkalahkan oleh sesuatu apapun, menyingsingkan lenganmu,
hingga tidak ada sesuatupun
yang berani meyerangmu,
menguatkan hatimu, hingga
kamu tidak takut pada apapun, menguatkan kedua tanganmu
hingga kamu bisa menguasai
segala sesuatu, menguatkan
pijakanmu hingga kamu bisa
mengatasi segala sesuatu,
memberimu kemuliaan hingga
tidak ada apapun yang menakutimu, menundukkan untukmu
cahaya dan kegelapan dan
menjadikan salah satu tentaramu.
Cahaya itu akan menjadi petunjuk
di depanmu, dan kegelapan itu akan berkeliling di belakangmu”

Sejak kecil, Iskandar sudah tidak
senang melihat peperangan antara
timur, yaitu kerajaan Persia, dan
Barat, Kerajaan Romawi. Perang itu
tak ada hentinya dari tahun ke tahun,
malah dari abad ke abad. Ribuan
manusia tewas, kerugian harta benda
tak terhitung lagi jumlahnya, apalagi
kerusakan lingkungan hidup,
merugikan manusia itu sendiri.

Untuk menghentikan permusuhan
antara timur dan barat, Iskandar
bercita-cita mendirikan sebuah
kerajaan yang dapat menyatukan
wilayah timur dan barat.

Iskandar pun tumbuh menjadi
manusia dewasa yang saleh,
berakhlak dan berbudi tinggi. Atas
segala kesalehannya itu, Allah
mengaruniakan kepadanya segala
kelebihan yang dimiliki oleh seorang
pemimpin, lalu Allah memerintahkan
untuk menyeru manusia kepada
agama tauhid.

Mula-mula dengan tentaranya yang
lengkap dan kuat, dia menuju ke
barat wilaya Maroko, tempat
terbenamnya matahari. Dilihatnya
matahari itu terbenam di mata air
yang berlumpur, lautan Atlantik
sekarang ini.

Di situ ia bertemu dengan bangsa
yang senantiasa berbuat kerusakan
dan kejahatan. Bukan saja merusak
permukaan bumi dan
mengacaukannya, tetapi juga sudah
menjadi tabiat mereka suka
membunuh orang-orang yang tidak
bersalah sekalipun. Bahkan mereka
tidak beragama.

Sebelum melakukan tindakan, terlebih
dahulu Iskandar menadahkan
tangannya ke langit, memohon
petunjuk kepada Allah, tindakan apa
sebaiknya yang harus dilakukan
terhadap bangsa yang begitu kejam,
apakah bangsa itu akan digempurnya
habis-habisan, atau akan dibiarkan
begitu saja?

Allah lalu memberinya dua pilihan:
digempur habis-habisan sebagai
balasan atas kekejaman mereka, atau
di ajar dan didik agar mereka kembali
kepada kebenaran dan menyembah
Allah serta meninggalkan segala
kejahatan.

Iskandar Zulkarnain memutuskan
menggempur mereka yang durhaka
dan jahat, sedangkan orang yang baik
akan dilindungi. Sebelumnya ia
berkata kepada bangsa tersebut,
“Siapa yang aniaya, akan kami siksa
dan dikembalikan kepada Tuhan, agar
Tuhan memberikan siksa yang lebih
pedih lagi. Adapun orang-orang yang
saleh dan baik, akan kami lindungi,
dan kepadanya kami hanya akan
memerintahkan kewajiban-kewajiban
yang ringan.”

Kemudian tentaranya bergerak
menewaskan setiap orang yang
kejam, melindungi setiap orang yang
baik. Akhirnya negeri itu dapat
diamankan dan di tentramkan serta di
atur sebaik-sebaiknya, penuh dengan
kehidupan bahagia dan makmur,

Setelah selesai menunaikan
kewajiban terhadap bangsa dan
negeri itu, Iskandar dengan
tentaranya menuju ke arah timur,
India. Dilihatnya matahari di atas
bangsa yang musyrik, yang
menyembah banyak tuhan, yaitu
bangsa Hindustan.

Bangsa dan negeri itu pun dapat
ditaklukkan, diamankan dan
ditentramkannya, serta diatur sebaik-
baiknya sehingga setiap orang dapat
merasakan hidup aman, tentram dan
bahagia. Bangsa itu juga dapat
dikeluarkan dari lembah kesesatan.

Selesailah sudah kewajibannya
terhadap bangsa dan negeri itu. Ia
lalu menuju ke utara, negeri Armenia,
melalui Persia dan Azarbaijan.
Kemenangan demi kemenangan
dicapainya selama dalam perjalanan
itu, akhirnya sampailah di suatu
tempat, di sana ia bertemu dengan
suatu bangsa yang selalu dalam
ketakutan dan ke khawatiran, karena
ternyata negeri itu berbatasan dengan
bangsa Ya’juj dan Ma’juj yang
terkenal kuat dan kejam. Bukan sekali
dua kali saja, tetapi seringkali bangsa
Ya’juj dan Ma;juj itu datang
menyerang mereka, menghancurkan
apa saja yang didapatinya dan
membunuh siapa saja yang
dijumpainya.

Kedatangan Iskandar ini, mereka
sambut dengan segala kehormatan
dan kegembiraan, karena mereka tahu
dari kabar yang beredar bahwa
Iskandar adalah Raja yang kuat dan
paling adil di muka bumi ini.

Lalu mereka meminta bantuan kepada
Iskandar, agar dilindungi dari
serangan Ya’juj dan Ma’juj. Mereka
memohon supaya antara negeri
mereka dan negeri Ya’juj dan Ma’juj
dibangun dinding raksasa yang tidak
dapat ditembus. Sebagai imbalannya
mereka sanggup membayar mahal
Iskandar.
Mendengar permohonan itu, Iskandar Zulkarnain menjawab, “Saya tidak mengharapkan upah dari kalian,
nikmat dan pemberian Tuhanku lebih
berharga daripada upah itu. Hanya
kepada kalian saya minta kaum
pekerja dan alat-alatnya: besi,
tembaga, arang batu dan kayu.”

Setelah semuanya terkumpul, ia mulai
bekerja dengan bantuan para
pekerja. Mula-mula menyalakan api
dengan kayu dan arang batu,
diambilnya besi, lalu dileburkannya
dengan api, setelah besi itu mencair,
dituangkannya tembaga, dan diaduk
menjadi satu. Dengan bahan
campuran inilah di dirikan dinding
raksasa antara negeri itu dan negeri
Ya’juj dan Ma’juj. Dinding besi
raksasa itu tidak dapat di tembus dan
di lubangi oleh siapapun dan oleh
apapun.

“Dinding ini adalah rahmat dari
Tuhan kepada kalian, hanya tuhanlah
yang dapat menembus dinding ini,
jika dikehendakinya,” kata Iskandar.
Maka aman dan tentramlah negeri
tersebut.

Iskandar Zulkarnain dapat
menaklukkan negeri-negeri yang
terbentang antara timur dan barat.
Dengan demikian cita-citanya untuk
mempersatukan kerajaan di timur dan
barat tercapai. Negeri yang berada di
bawah kekuasaannya, antara lain
Maroko, Romawi, Yunani, Mesir,
Persia dan India.

Berkat ilmu dan pengetahuannya yang
luas, serta dasar ketuhanan yang
selalu dipagang teguh dalam
mendirikan kerajaan yang besar itu.
Penduduknya hidup dengan aman,
tentrem dan makmur. Kebesaran dan
kejayaan itu tidak membuatnya buta
dan lupa akan nikmat yang diberikan
Allah SWT.

Menurut Khair Ramdhan Yusuf, dalam
bukunya Iskandar Zulkarnain,
Panglima Perang, penakluk dan
pemerintah yang saleh, kajian
terperinci menurut Al-Qur’an, Sunah
dan Sejarah, terbitan Malaysia, ada
empat sosok yang berkaitan dengan
nama Iskandar Zulkarnain. Yaitu,
Iskandar Macedonia, Zulkarnain Al-
Hamiri, Raja Himyar, seorang lelaki
saleh pada zaman Nabi Ibrahim, dan
Kursh Al-Akhmini Al-Farisi.

Kendati begitu kita dapat membaca
dengan jelas kisah Iskandar
Zulkarnain ini dalam Al-Qur’an Surah
Al-Kahfi ayat 83 sampai 98, yang
artinya, “Mereka akan bertanya
kepadamu Muhammad, tentang
Zulkarnain. Katakanlah, “Aku akan
bacakan kepadamu cerita
tentangnya.”

“Sesungguhnya kami telah memberi
kekuasaan kepadanya di bumi, dan
kami telah menberikan kepadanya
jalan untuk mencapai segala sesuatu,
maka ia pun menempuh jalan
tersebut. Hingga apabila telah sampai
ke tempat terbenamnya matahari, ia
melihat matahari terbenam di dalam
laut yang berlumpur hitam, dan ia
mendapatinya di situ segolongan
umat”.

Kami berkata, “Hai Zulkarnain
kamu boleh menyiksa atau berbuat
kebaikan terhadap mereka.”

Berkata Zulkarnain, “Adapun orang
yang aniaya, kami kelak akan
mengazabnya, kemudian ia kembali
kepada Tuhannya, lalu tuhan
mengazabnya dengan azab yang tiada
taranya. Adapun orang yang beriman
dan beramal saleh, baginya pahala
yang terbaik sebagai balasan, dan
akan kami titahkan kepadanya yang
mudah dari perintah-perintah kami.”

Kemudian ia menempuh jalan lagi,
hingga apabila telah sampai ke
tempat terbitnya matahari ia
mendapati matahari yang menyinari
segolongan umat yang kami tidak
menjadikan bagi mereka sesuatu yang
melindunginya dari matahari itu.”

Demikianlah, dan sesungguhnya ilmu
kami meliputi segala apa yang ada
padanya, Zulkarnain. Kemudian ia
menempuh suatu jalan lagi, sehingga
apabila telah sampai diantara dua
buah gunung ia mendapati kedua
bukit itu suatu kaum yang hampir
tidak mengerti pembicaraan.

Mereka berkata, “Hai, Zulkarnain
sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu
orang-orang yang membuat kerusakan
di muka bumi, maka dapatkah kami
memberikan sesuatu pembayaran
kepadamu, supaya kamu membuat
dinding antara kami dan mereka?”

Zulkarnain berkata, “apa yang telah
dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku
adalah lebih baik, maka tolonglah aku
dengan kekuatan agar aku
membuatkan dinding antara kamu
dan mereka, berilah aku potongan-
potongan besi.”

Hingga ketika besi itu telah sama
rata dengan kedua gunung itu,
berkatalah Zulkarnain, “Tiuplah, dan
katika besi itu sudah menjadi api, ia
pun berkata, berilah aku tembaga
untuk aku tuangkan ke atas besi
panas itu.”

Maka mereka, Ya’juj dan Ma’juj tidak
bisa mendakinya, dan mereka tidak
bisa melubanginya.

Zulkarnain berkata, “Ini adalah
rahmat dari Tuhanku. Maka apabila
sudah datang janji tuhanku, dia akan
menjadikannya hancur luluh, dan
janji Tuhanku itu adalah benar.”

Sungguhpun kekuasaan dan
keperkasaannya tak tertandingi,
akhlak dan hatinya selembut sutra,
hingga karenanya ia mudah menyerap
bukti kebenaran Ilahi. Imam Al-
Ghazali dalam kitabnya Ihya
Ulumuddin, menceritakan, suatu
ketika Iskandar Zulkarnain
mendatangi suatu kaum yang tidak
memiliki harta benda apapun yang
bisa di nikmati. Lalu ia mengirim
surat kepada Raja mereka dan
berpesan agar Raja bersedia
membalas suratnya.

Namun Raja itu menolak permintaan
Zulkarnain, malah sebaliknya, ia
berkata, jika Zulkarnain merasa ada
kepentingan dengannya, sebaiknya
dialah yang datang menemuinya.

Maka Zulkarnain pun pergi
menemui Raja mareka, “Aku telah
mengirimkan surat kepadamu dan
memintamu datang kepadaku, tetapi
kamu menolak, maka aku datang
kepadamu,” kata Zulkarnain setelah
sampai di istana Raja.

Sang Raja pun berkata,
“Seandainya aku membutuhkanmu,
aku pasti akan datang kepadamu.”

Sebagaimana jika aku melihatmu
berada dalam suatu keadaan yang tak
pernah dialami oleh siapapun?” tanya
Zulkarnain.

“Apa itu?” sang Raja balik bertanya.
“Kalian tidak memiliki harta dunia
apapun. Kenapa kalian tidak memiliki
emas dan perak hingga kalian bisa
menikmatinya?” balas Zulkarnain.

“Tetapi kami membenci dua hal
tersebut, karena seorang tidak
mendapat apapun dari emas dan
perak itu, kecuali hanya
menginginkannya lebih dari itu,”
jawab raja itu dengan tangkas.

Zulkarnain melanjutkan
pertanyaannya, “Apa maksud kalian
menggali kuburan lalu setelah itu
kalian menjaganya,
membersihkannya, dan sembahyang
di sana?”

Raja itu kembali menjawab, “Kami
ingin, jika kami memandang kuburan-
kuburan itu dan mengharapkan dunia,
kuburan-kuburan itu akan
menghalangi kami dari harapan itu.”

Zulkarnain bertanya lagi, “Aku
melihat kalian tidak memiliki makanan
kecuali sayur sayuran, kenapa kalian
tidak memiliki hewan ternak, hingga
kalian dapat memerah susunya,
menungganginya dan menikmatinya?”

Mereka menjawab, “Kami tidak suka
menjadikan perut kami sebagai
kuburan bagi binatang itu. Dan kami
melihat di dalam tumbuh-tumbuhan
itu faedah yang besar. Cukuplah anak
adam memiliki kehidupan yang
rendah karena makanan. Dan
makanan apa saja yang melewati
rahang bawah kami rasanya sama
saja seperti makanan yang pernah
kami makan sebelumnya.”

Setelah Zulkarnain meninggalkan raja
itu dengan kagum dan menjadikan
penjelasannya sebagai sebuah
nasehat yang berharga.

Dalam setiap perjalananya,
Zulkarnain selalu memperlakukan
bangsa dan suku yang ditaklukkannya
dengan amat baik dan santun. Tak
mengherankan jika ia menuai
kesuksesan dan selalu mendapatkan
dukungan dari daerah yang telah di
kuasainya.

Selain itu, Zulkarnain juga
didampingi seorang penasihat
kerajaan yang baik dan sangat luas
pengetahuannya, yang tiada lain
adalah Nabi Khidir AS.

Sebagian ulama menyebut, Allah SWT
menurunkan wahyu kepada Nabi
Khidir AS, lalu mengajarkan Wahyu
tersebut kepada Zulkarnain.

Seorang mufassir lain, Al-Alusi, dalam
kitab tafsirnya Ruhul Ma’ani, berkata,
“Mungkin Khidir adalah salah satu
pembesar kerajaan, seperti perdana
mentrinya, karena tidak tertutup
kemungkinan bahwa Zulkarnain
bermusyawarah dengan orang lain
saat menghadapi suatu masalah.
Sebab pada saat itu, istilah yang
dikenal untuk menyebut orang
pandai, termasuk Nabi, adalah “Ahli
Hikmah”. selain itu, pada masa-masa
dahulu, para Nabi juga sering disebut
dengan istilah “Orang bijak,” atau
“Hakim”.

Wahab bin Munabbah dalam kitabnya
At-Tijan mengisahkan, pada suatu
ketika Nabi Khidir AS berkata kepada
Zulkarnain, Wahai Tuanku, tuan
membawa suatu amanat yang
seandainya diberikan kepada langit,
langit itu akan runtuh, jika diberikan
kepada Gunung, maka Gunung itu
akan roboh, dan jika diberikan
kepada Bumi, maka bumi itu akan
terbelah. Tuanku telah diberi
kesabaran dan kemenangan. Tuanku
akan melihat suatu kaum yang
menyembah sesama manusia dan
mereka adalah musuh-musuh Allah,
yaitu Ya’juj dan Ma’juj. Allah adalah
penuntut tidak akan terkelabui oleh
orang-orang yang melarikan diri, dan
tidak akan dikalahkan oleh orang
yang “Menang”

Kata Nabi Khidir lagi, “Wahai
tuanku, ambillah apa yang telah
diberikan Allah SWT kepada tuan
dengan keteguhan hati dan sungguh-
sungguh. Jadikanlah kesabaran
sebagai pakaian, kebenaran sebagai
pegangan hidup, dan takut kepada
Allah sebagai perlindungan yang
menumbuhkan amal pada tuan, dan
tuan akan tenang dari ketakutan akan
datangnya ajal. Ambillah pedang
Allah dengan tangan tuan, karena
tidak ada orang yang dapat menolong
dan tidak ada orang yang dapat
mencegah kemenangan. Cukuplah
bagi tuan, Allah sebagai penolong
tuan.”

Dalam Almuhadlarah al-Awali, kitab
yang dikutip Ibnu Katsir, disebutkan,
suatu ketika Nabi Ibrahim AS bertemu
dengan Zulkarnain di Mekah. Nabi
Ibrahim Memeluk dan menjabat
tangan Zulkarnain serta memberinya
bendera. Lalu ia mengikuti syariat
yang dibawa oleh Nabi itu dan
menyeru kepada manusia agar
berpegang teguh pada syariat
tersebut.

Hal ini dikuatkan kembali oleh sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh salah
seorang sahabat Nabi SAW, Ubaid bin
Umair dan anaknya, Abdullah, yang
menyatakan, selama masa jayanya,
Iskandar Zulkarnain pernah
melaksanakan haji dengan berjalan
kaki. ketika Nabi Ibrahim mendengar
berita tersebut, beliau menemuinya
seraya menyeru kepada agama Tauhid
dan memberikan beberapa nasehat.
Nabi Ibrahim juga membawakan
Zulkarnain seekor kuda agar
dinaikinya. Akan tetapi Zulkarnain
menolak, seraya berkata, “Saya tidak
akan menaiki suatu kendaraan di
suatu tempat yang di dalamnya ada
Ibrahim Al-Khalil, yang dikasihi
Allah.”

Tinggalkan komentar